Beberapa waktu lalu, Lombok Post memuat sebuah tulisan tentang Sekolah Menulis Akaliris. Awalnya saya sangat bahagia sekolah menulis pertama NTB itu dimuat. Tapi setelah menuntaskan membaca isi dari berita itu, tiba tiba ada sesuatu yang menggelayut dalam hati dan fikiran saya (Isak Harry). Loh kenapa kok brgitu?
Tulisan ini, dengan berat hati saya terbitkan. Untuk meluruskan berita di Lombok Post. Bagaimanapun jejak digital itu penting.
Baca dulu berita Lombok Post ini (2019) : https://bit.ly/2XRZfyS
Kemudian bandingkan dengan berita Kabar Tumbuh Mulia ini (2017) : https://bit.ly/2XRZOZw
Bahwa Ide pendirian Akaliris (yang sekarang menjadi Sekolah Menulis Akaliris) jauh sebelum bang Agus Khairi pulang dari perantauannya menempuh magister di Surabaya. Bahwa ide itu berawal dari kegelisahan saya pada saat menempuh semester akhir Pendidikan Bahasa dan Seni(2015). Kata saya pada diri sendiri. "Setelah ini, setelah menjadi sarjana, apa yang harus saya lakukan?" Saya orangnya keras kepala. Tidak cocok jika harus menjadi guru di sebuah sekolah formal. Maka saya harus membuat sesuatu yang berkaitan dengan literasi, yaitu forum menulis online (website), dimana di sana orang-orang setiap hari berbicara tentang literasi khususnya menulis.
Saya menyukai menulis sejak duduk di bangku sekolah menengah. Di awal-awal kuliah saya aktif menulis di blog dan berdiskudi dengan komunitas komunitas menulis yang ada di Lombok Timur hingga terbitlah buku pertama saya berjudul Namaku Mahasiswa (2012)/(Kumpulan Puisi).
Mengingat itu, rasa rasanya, ada sesuatu yang akan kurang jika setelah sarjana nanti saya tetiba akan menyibukkan diri menjadi guru formal dan melupakan dunia literasi. Dan oleh karena sejarah itu jugalah, mendirikan forum menulis online yang bergerak dibidang literasi sudah mantap. Tetapi bersama siapa saya mendirikannya? Saya sangat sadar. Ide itu tidak mungkin teruwujud bila saya ngotot seorang diri. Terlebiih selain keinginan yang besar, biaya adalah persoalan yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Saya kemudian menulis itu dalam catatan harian saya. Banyak kawan tempat saya mengajukan ide itu. Banyak kawan pula yang menihilkan ide pendirian forum menulis online itu. Tapi saya tahu, Tuhan Maha penyayang. Lalu pintu itu dibukakan. Dan diterimalah ide itu sama kawan karib saya, senior saya yang pada waktu itu sedang menempuh magister di Universitas Surabaya (UNESA) yaitu: Agus Khairi (Ages).
Lanjutkan membaca:
Sebelum menjadi Lembaga dan Sekolah Menulis AKALIRIS
Tulisan ini, dengan berat hati saya terbitkan. Untuk meluruskan berita di Lombok Post. Bagaimanapun jejak digital itu penting.
Baca dulu berita Lombok Post ini (2019) : https://bit.ly/2XRZfyS
Kemudian bandingkan dengan berita Kabar Tumbuh Mulia ini (2017) : https://bit.ly/2XRZOZw
Bahwa Ide pendirian Akaliris (yang sekarang menjadi Sekolah Menulis Akaliris) jauh sebelum bang Agus Khairi pulang dari perantauannya menempuh magister di Surabaya. Bahwa ide itu berawal dari kegelisahan saya pada saat menempuh semester akhir Pendidikan Bahasa dan Seni(2015). Kata saya pada diri sendiri. "Setelah ini, setelah menjadi sarjana, apa yang harus saya lakukan?" Saya orangnya keras kepala. Tidak cocok jika harus menjadi guru di sebuah sekolah formal. Maka saya harus membuat sesuatu yang berkaitan dengan literasi, yaitu forum menulis online (website), dimana di sana orang-orang setiap hari berbicara tentang literasi khususnya menulis.
Saya menyukai menulis sejak duduk di bangku sekolah menengah. Di awal-awal kuliah saya aktif menulis di blog dan berdiskudi dengan komunitas komunitas menulis yang ada di Lombok Timur hingga terbitlah buku pertama saya berjudul Namaku Mahasiswa (2012)/(Kumpulan Puisi).
Mengingat itu, rasa rasanya, ada sesuatu yang akan kurang jika setelah sarjana nanti saya tetiba akan menyibukkan diri menjadi guru formal dan melupakan dunia literasi. Dan oleh karena sejarah itu jugalah, mendirikan forum menulis online yang bergerak dibidang literasi sudah mantap. Tetapi bersama siapa saya mendirikannya? Saya sangat sadar. Ide itu tidak mungkin teruwujud bila saya ngotot seorang diri. Terlebiih selain keinginan yang besar, biaya adalah persoalan yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Saya kemudian menulis itu dalam catatan harian saya. Banyak kawan tempat saya mengajukan ide itu. Banyak kawan pula yang menihilkan ide pendirian forum menulis online itu. Tapi saya tahu, Tuhan Maha penyayang. Lalu pintu itu dibukakan. Dan diterimalah ide itu sama kawan karib saya, senior saya yang pada waktu itu sedang menempuh magister di Universitas Surabaya (UNESA) yaitu: Agus Khairi (Ages).
Lanjutkan membaca:
Sebelum menjadi Lembaga dan Sekolah Menulis AKALIRIS
EmoticonEmoticon